Friday, November 16, 2012

WONG JOWO ILANG JOWONE

APA sebenarnya kekayaan orang Jawa? Rukun dan urmat! Rukun terhadap dirinya sendiri, dan rukun terhadap orang lain. Hormat terhadap diri sendiri, dan terhadap orang lain. Rukun terhadap diri sendiri diartikan sebagai tahu diri, bisa rumangsa, bisa menempatkan diri. Dan, rukun terhadap orang lain sesungguhnya bisa diartikan sebagai kemampuan menahan diri dan merupakan bentuk penghormatan terhadap liyan agar tidak timbul konflik.

Hormat terhadap diri sendiri bisa diartikan sebagai kemampuan menjaga diri secara fisik, mental, intelektual dan spiritual yang ditunjukkan dalam sikap hati. Ketidakmampuan menghormati diri sendiri, besar kemungkinan tidak bisa mengormati orang lain. Karena itu, menghormati diri sendiri, tidak diartikan sebagai menempatkan diri di atas orang lain. Justru sebaliknya, menghormati diri sendiri itu diekspresikan dalam bentuk rendah hati. Adapun rukun terhadap orang lain, lebih memberikan ruang lebih luas untuk menghormati orang lain dengan segala keberadaannya. Tepa slira!

Pertanyaannya adalah, apakah dua hal tersebut masih ada dalam diri orang Jawa? Rasanya sangat melemah. Rukun, tidak mudah lagi ditemukan dalam banyak format pergaulan. Dalam berbangsa dan bernegara, di mana kita melihat kerukunan? Hanya pada saat ada kepentingan yang sangat mengaitkan. Jika tidak, maka keadaan sudah berpindah ke suasana kamu dan saya memang berbeda, termasuk berbeda kepentingan. Rukun terhadap diri sendiri? Adakah kemampuan yang kuat pada diri setiap individu mencoba bertahan dengan kata hatinya, bukan nafsunya. Korupsi adalah bentuk paling mencolok dari individu yang tidak bisa rukun dan hormat terhadap diri sendiri.

Ketika Jawa sudah tidak lagi punya dua hal itu, rukun dan hormat, sebenarnya suku ini sudah habis secara budaya. Peradaban telah mati. Kini muncul peradaban lain yang sedang mencari bentuk, yang barangkali ramuan dari berbagai budaya. Mau berunjuk rukun adalah sikap hati, sehingga jika yang ini tidak ada lagi maka orang jawa sudah kehilangan hatinya? Sama hal ketika orang Jawa tidak lagi hormat terhadap keberadaan liyan, maka peradaban itu telah sirna. Kenapa? Karena, dengan memiliki sikap hormat terhadap diri sendiri dan orang lain, maka akan muncul kerukunan.

Solusinya, orang Jawa harus mengenali kembali keberadaannya, dengan menempatkan rukun dan hormat itu sebagai sikap moral. Dua hal ini sebenarnya merupakan tiang peradaban. Karena itu jika tidak lagi dimiliki maka Jawa sebenarnya sudah habis secara budaya. Dan, semua produk yang masih dinikmati sekarang adalah produk masa lalu. Orang Jawa sekarang tidak lagi memiliki peradaban, apalagi memproduksi kebudayaan. Untuk bisa memproduksi harus memiliki peradaban.

Lalu harus dimulai dari mana? Ada tiga ruang besar yang masing-masing bisa memberikan kontribusi. Ruang pertama, tentu ruang yang disebut rumah. Prinsip rukun dan hormat harus mewarnai setiap rumah orang Jawa. Ada “unggah-ungguh” di masing-masing posisi, baik sebagai orang tua, anak, saudara, dan pembantu di dalam rumah. Sekarang ini, jika Anda mengaku orang Jawa, masih adakah tata krama yang dijaga penuh disiplin? Saya tidak yakin itu masih.

Kedua, ruang besar yang disebut sekolah. Hubungan tradisional antara guru-murid sama-sama lahir dari peradaban Jawa yang sudah berubah. Relasi antara mereka sudah berada di dalam tata krama yang berbeda, sehingga sudah sangat cair dan egaliter. Relasi seperti ini tentu belum sepenuhnya diterima, tetapi juga tidak ditolak. Barangkali, penerimaan peradaban baru masih setengah hati dan mencari bentuk.

Ketiga, ruang besar di lingkungan masyarakat. Perilaku baik yang seperti apa yang bisa ditimba dari lingkungan masyarakat sekarang ini. Apakah kita bisa menimba perilaku yang konon sangat disiplin dari polisi di jalanan, jaksa dan hakim di pengadilan? Apakah kita masih bisa menimba perilaku yang santun dari semua kiai, pendeta dan guru agama? Ataukah kita masih bisa menimba pembela kepentingan rakyat dari para politikus, dan lain-lain? Jika, jawabannya tidak, maka selesailah peradaban itu. Tetapi, jika jawaban masih abu-abu barangkali masih bisa berharap. Tetapi, jawaban yang muncul pasti tidak semua bisa memenuhi kriteria jawaban. Ya kita bisa belajar dari mereka!

Sumber : Wo Bende
Title: WONG JOWO ILANG JOWONE; Written by satrio piningit indonesia; Rating: 5 dari 5

2 comments:

  1. Sugeng siang Mas, salam paseduluran saking PSC Magetan nggih.

    ReplyDelete
  2. sekarang orang jawa sangat berbeda dengan oraang jawa yang dulu. Sangat gampang terprovokasi.

    ReplyDelete